Perbedaan antara Gairah dan Usaha

Saya telah mendengar banyak hal sepanjang waktu dari orang-orang, "Saya bergairah tentang hal itu", "Saya tidak akan berhenti, karena ini yang saya sukai", "Ikuti gairah anda". Saya sedikit kurang setuju. Kenapa? Karena semua orang tentu punya gairah akan suatu hal dan biasanya lebih dari satu hal. Kita semua dilahirkan dengan itu. Selalu akan ada hal yang kita sukai.

Pikirkan tentang semua hal bergairah dalam hidup anda. Pikirkan tentang semua nafsu yang anda anggap membuat karier maupun perusahaan anda maju. Berapa banyak yang anda dapat? Jika Anda telah mampu memiliki beberapa keberhasilan, apa kunci keberhasilan itu? Apakah itu gairah atau usaha yang anda lakukan untuk pekerjaan Anda atau perusahaan?

Jika Anda benar-benar ingin tahu di mana letak takdir anda, lihat di mana Anda menerapkan waktu Anda. Waktu adalah aset yang paling berharga yang Anda miliki. Anda mungkin tidak menyadarinya, tapi bagaimana Anda menggunakan atau tidak menggunakan waktu Anda ini akan menjadi indikasi terbaik bagi masa depan Anda nanti.

Hubungan jelas antara gairah dan usaha

Ada perbedaan yang cukup signifikan antara gairah dengan usaha. Coba lihat pada alur di bawah ini dengan jelas.
  • Ketika Anda bekerja keras untuk sesuatu hal, akan membuat Anda menjadi baik.
  • Ketika Anda menjadi baik dalam melakukan sesuatu, Anda akan lebih menikmatinya.
  • Ketika Anda menikmati melakukan sesuatu, ada kesempatan yang sangat baik bagi Anda untuk menjadi lebih bergairah tentang hal itu.
  • Ketika Anda baik pada sesuatu, bergairah dan bekerja lebih keras untuk unggul dan menjadi yang terbaik dalam hal itu, maka hal-hal yang baik akan terjadi.
Jangan hanya mengikuti gairah hidup Anda, ikuti usaha Anda. Ini akan membawa Anda ke kesukaan Anda dan sukses. Keduanya memang saling berkaitan satu sama lain. Untuk memperjelasnya lagi, simak cerita di bawah ini.

Alkisah, ada seorang pemuda yang hidupnya sebatang kara, sederhana sekali, pendidikannya pun rendah. Dia hidup dengan bekerja sebagai buruh tani dengan seorang tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik. Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupan yang ia jalani. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.

“Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini,” katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.

Pohon yang dituju oleh pemuda itu melihat dari kejauhan gelagat aneh sang pemuda dan tiba-tiba menyela lembut. “Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini.” Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi ke arah pohon yang lain yang berada tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, “Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya.”

Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lainnya. Kata yang didengar pemuda itu pun tidak jauh berbeda. “Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini.” Setelah pohon yang ketiga kalinya di datangi, si pemuda termenung dan berpikir, “Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain”.

Segera timbul kesadaran baru. “Aku manusia dan aku masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain”. Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.

Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini dengan rasa yang terbebani dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita berpikir mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari dengan usaha yang penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.

Post a Comment

Chrome Pointer